Perlintasan Kereta Api di daerah Desa Warungbambu tepatnya di Dusun Sukamulya, konon setiap bulannya wajib merenggut korban tertabrak dan terlindas sang ular bermesin berkulitkan baja ( Kereta Api ). Tak peduli pejalan kaki, tukang becak, tukang dagang atupun motor serta mobil. Yang sering sih mobil ama motor.
Faktor utamanya selain emang dah taqdir, juga diakibatkan tidak adanya palang pintu perlintasan. Padahal Jalan tersebut merupakan jalan yang cukup ramai yang transit ke arah Teluk Jambe.
Tapi syukur Alhamdulillah, angka kecelakaan tertabrak kereta sekarang nyaris tak ada lagi. Semenjak dipasang palang pintu eret (dipasang palang dari bamboo yang buka tutupnya ditarik tambang) yang terus dijaga selama 24 jam oleh para pemuda setempat.
Mereka cukup professional juga sih, dalam arti hanya membaca lampu dari arah sebelah barat, yang emang kebetulan arah dari barat menikung. Seperti saat pelajaran SD dulu, Merah berhenti (artinya berarti tak ada kereta yang akan melintas), Hijau Jalan (kereta akan segera datang). Tak ada komunikasi dengan masinis, atau stasiun cukup lihat lampu azah. Dan terkadang kalau kereta muncul dari barat terkadang suka kecolongan karena tidak terlihat datangnya disebabkan rel kereta yang menikung.
Tapi sayang jasa para penjaga palang pintu tersebut kurang dihargai oleh pengguna jalan. Terutama para pengguna motor, mereka hanya berlalu lalang begitu saja tanpa ucapkan terimakasih sama sekali. Bahkan yang mobil mewah pun hanya melambaikan tangan saja. Padahal keberadaannya para penjaga tersebut sangat berjasa dalam menentukan keselamatan pengguna jalan. Mereka tak bergaji selayaknya petugas Perumka penjaga perlintasan. Hanya demi sebatang rokok mereka menaruhkan nyawa mereka dan nyawa kita semua. Bahkan dulu seorang penjaga perlintasan terenggut nyawanya ketika saat berjaga pada malam hari.
Menurut saya, mereka adalah pahlawan, dan layak dianugrahi PAHLAWAN TANPA TANDA JASA. Dan selayaknya pahlawan, mereka tak perlu diberi penghormatan dengan sikap sempurna, mereka tak mengharapkan diperingati dengan mengheningkan cipta saat upacara bendera, yang mereka butuhkan hanyalah se 'alakadarnya' dari harta kita entah itu uang receh dan lain sebagainya.
Mereka cukup professional juga sih, dalam arti hanya membaca lampu dari arah sebelah barat, yang emang kebetulan arah dari barat menikung. Seperti saat pelajaran SD dulu, Merah berhenti (artinya berarti tak ada kereta yang akan melintas), Hijau Jalan (kereta akan segera datang). Tak ada komunikasi dengan masinis, atau stasiun cukup lihat lampu azah. Dan terkadang kalau kereta muncul dari barat terkadang suka kecolongan karena tidak terlihat datangnya disebabkan rel kereta yang menikung.
Tapi sayang jasa para penjaga palang pintu tersebut kurang dihargai oleh pengguna jalan. Terutama para pengguna motor, mereka hanya berlalu lalang begitu saja tanpa ucapkan terimakasih sama sekali. Bahkan yang mobil mewah pun hanya melambaikan tangan saja. Padahal keberadaannya para penjaga tersebut sangat berjasa dalam menentukan keselamatan pengguna jalan. Mereka tak bergaji selayaknya petugas Perumka penjaga perlintasan. Hanya demi sebatang rokok mereka menaruhkan nyawa mereka dan nyawa kita semua. Bahkan dulu seorang penjaga perlintasan terenggut nyawanya ketika saat berjaga pada malam hari.
Menurut saya, mereka adalah pahlawan, dan layak dianugrahi PAHLAWAN TANPA TANDA JASA. Dan selayaknya pahlawan, mereka tak perlu diberi penghormatan dengan sikap sempurna, mereka tak mengharapkan diperingati dengan mengheningkan cipta saat upacara bendera, yang mereka butuhkan hanyalah se 'alakadarnya' dari harta kita entah itu uang receh dan lain sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar
apa komen kamu?